"ilmu itu bukan yang dihafal, tapi yang memberi manfaat" - Imam Syafei
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA - Pendidikan Guru Sekolah Dasar- jika ada masukan baik pesan maupun kesan mengenai isi dari blog ini silahkan yaa di tunggu ;) semoga bisa membantu. twitter : @inddmynt ig : indadmynt fb : inda damayanti email : indadamyanti0@gmail.com
Minggu, 10 Maret 2019
Selasa, 07 Maret 2017
Makalah Kalimat Pendidikan Bahasa Indonesia
Kata Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Kalimat”.
Adapun tujuan dari penyusunan dalam tugas makalah ini yaitu untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah “Pendidikan Bahasa Indonesia”.
Dalam penyusunan
makalah ini kami menyadari bahwa, makalah ini tidak akan selesai dengan lancar
dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen
pengampu mata kuliah “Pendidikan Bahasa Indonesia” dan dosen mata kuliah Bapak “Drs.Endang
Hidayat, M.Pd”. kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki maka kami meminta kritik dan
saran yang sifatnya membangun.
Semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua didalam dunia pendidikan.
Dan semoga mampu menjadi pendidik yang patut di tauladani oleh anak didik.
Purwakarta,
Maret 2017
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata pengantar …………………………………………………………………….…………i
Daftar
Isi…………………………………………………………………………….………..ii
BAB I :
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………….……1
1.2 Rumusan
masalah……………………………………………………………..……...1
BAB II :
Pembahasan
2.1
Pengertian Kalimat dari Berbagai Sumber.……………………………………….…2
2.2
Pola Kalimat…………………………………………………………………………2
2.3
Jenis Kalimat Berdasarkan Struktur
Gramatikalnya
2.3.1
Kalimat Tunggal……………………………………………………………..4
2.3.2
Kalimat Majemuk……………………………………………………………7
2.4
Bentuk Kalimat
2.4.1
Bentuk Kalimat Aktif ….……………………………………………………8
2.4.2
Bentuk Kalimat Pasif.....………………………………………………....…..8
2.5
Kalimat Efektif
2.5.1
Kejelasan Gagasan…………………………………………………………..9
2.5.2
Kepaduan Unsur
Kalimat………..…………………………………………..9
2.5.3
Kecermatan……………………..…………………………………………..10
2.5.3.1 Penggunaan
Kata Secara Tepat………………………………………10
2.5.3.2 Penghindaraan
Unsur Mubazir………………………………………..10
2.5.3.3 Pembentukan
Frasa yang Tepat……………………………………....11
2.5.3.4 Pemakaian
Konjungsi yang Tepat……………………………………11
2.5.3.5 Pembentukan
Kata yang Sejajar……………………………………...13
2.5.3.6 Penalaran
yang Logis………………………………………………...14
2.5.4
Kevariasian Penyusunan Kalimat………………………………………......14
2.5.4.1 Pemakaian
Kata-Kata yang Bersinonim……………………………...15
2.5.4.2 Pengubahan
Urutan Unsur Kalimat…………………………………..15
2.5.4.3 Pemakaian
Bentuk Aktif dan Pasif…………………………………...15
2.6
Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi
Bahasa Indonesia
2.6.1
Faktor Penyebab Bahasa Melayu Diangkat
Menjadi Bahasa Indonesia…...16
2.6.2
Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berkaitan
dengan Bahasa Indonesia……17
2.6.3
Kedudukan Bahasa
Indonesia……………………………………………....18
2.6.4
Fungsi Bahasa
Indonesia…………………………………………………...18
BAB III : Penutup
3.1
Kesimpulan…………………………………………………………………………20
3.2
Saran………………………………………………………………………………..20
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………...21
Lampiran................................................................................................................................22
BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Dalam berbahasa, baik
secara lisan maupun tulis kita tidak menggunakan kata-kata secara lepas.
Melainkan kata-kata itu terangkai mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku
sehingga terbentuklah rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran
atau perasaan. Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran atau
perasaan itu dinamakan kalimat. Kalimat yang baik pertama-tama haruslah
memenuhi persyaratan gramatikal.
Kelengkapan unsur dalam
sebuah kalimat sangat menentukan kejelasan sebuah kalimat. Oleh sebab itu,
sebuah kalimat harus memiliki sebuah objek dan sebuah predikat. Kalimat yang
lengkap ini harus ditulis sesuai dengan aturan-aturan Ejaan Yang Disesuaikan
(EYD).
Kalimat yang jelas dan
baik akan dengan mudah dipahami orang lain secara tepat. Kalimat yang demikian
disebut dengan kalimat efektif. Sebuah
kalimat efektif haruslah secara tepat dapat mewakili pikiran dan keinginan
penulis. Agar kalimat yang dibuat itu dapat memberi informasi kepada pembaca
secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis (efektif), perlu diperhatikan
beberapa persyaratan lanjutan, yaitu : (1) kesepadanan dan kesatuan antara
struktur bahasa dengan cara atau jalan pikiran yang logis dan masuk akal, (2)
kesejajaran bentuk-bentuk bahasa yang dipakai, (3) penekanan untuk mengemukakan
ide pokok, (4) kehematan dalam mempergunakan kata,(5) kevariasian dalam
struktur kalimat.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan materi kami, dapat kami uraikan rumusan
masalah sebagai berikut.
1.
Apa yang dimaksud dengan kalimat?
2.
Apa saja unsur pembentuk kalimat?
3.
Apa saja jenis jenis kalimat?
4.
Apa saja unsur yang mendukung pembentukan kalimat efektif
secara tepat?
5.
Mengapa bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia?
BAB
II
Pembahasan
2.1 Pengertian Kalimat dari
Berbagai Sumber
Menurut Tata Bahasa
Tradisional , kalimat adalah satuan kumpulan kata terkecil yaang mengandung
pikiran yang lengkap, sedangkan menurut Tata Bahasa Struktural kalimat adalah
suatu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan
intonasinya menunjukan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap (Keraf,
1980:139-140).
Yang membedakan kalimat dengan frasa adalah frasa
tidak memiliki unsur subjek dan predikat sedangkan kalimat memiliki.
Ramlan (1981:4) Kalimat
dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.
Mengenai strukturnya ada kalimat yang berklausa dan tidak.
Kridalaksana (1993:92)
1.
Satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,mempunyai pula intonasi final dan
secara aktual maupun potensial terdiri atas klausa
2.
Klausa
bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan, satuan proposisi yang merupakan
gabungan klausa atau merupakan satu klausa yang membentuk satuan yang
bebas,jawaban minimal,seruan,salam,dsb.
3.
Konstruksi
gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola
tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satu satuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan
bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan , yang mengungkapkan pikiran
yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan
keras lembut, disela jeda dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud
tulisan berhuruf laten kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan
tanda titik(.) , tanda tanya (?) dan tanda seru (!).
2.2
Pola Kalimat
a.
Kalimat-kalimat
berpredikat kata kerja
b.
Kalimat-kalimat
yang berpredikat bukan kata kerja
Akan tetapi, dalam pemakaian sehari-hari kalimat yang
berpredikat kata kerja lebih besar jumlahnya daripada kalimat yang berpredikat
bukan kata kerja. Hal itu membantu kita dengan mudah untuk menentukan predikat
sebuah kalimat. Oleh sebab itu, kalau ada kata kerja dalam suatu untaian
kalimat, kata kerja itu dicadangkan sebagai predikat dalam kalimat itu,contoh :
Tugas itu dikerjakan oleh para mahasiswa
Kata kerja dalam kalimat ini adalah dikerjakan, subjek
pada kalimat ini adalah tugas itu. Objek
tidak dapat mendahului predikat karena predikat dan objek suatu kesatuan.
Jika
dilihat dari segi makna kalimat, objek merupakan unsur yang harus hadir setelah
predikat yang berupa verba transitif.
Jika suatu kalimat sudah mengandung kelengkapan makna
dengan hanya memiliki subjek dan predikat yang berupa verba intrasitif,objek
tidak diperlukan lagi.
Contohnya
:
Penanaman modal
asing berkembang
S P
Kalimat
itu sudah lengkap dan jelas. Andaikata dibelakang unsur berkembang ditambah
dengan sebuah kata atau beberapa kata, unsur tambahan itu bukan objek,
melainkan keterangan, misalnya :
Penanam modal asing berkembang saat ini
S P K
Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar
dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.
1.
KB
+ KK =
Mahasiswa berdiskusi.
2.
KB
+ KS = Dosen
itu ramah.
3.
KB
+ K.Bil = Harga
buku itu sepuluh ribu rupiah.
4.
KB
+ (KD + KB) = Tinggalnya di
Purwakarta.
5.
KB1 + KK + KB2 = Mereka menonton film.
6.
KB1
+ KK +KB2 +KB3 = Paman mencarikan
saya pekerjaan.
7.
KB1
+ KB2 = Fajri
peneliti
2.3 Jenis
Kalimat Berdasarkan Struktur Gramatikalnya
Menurut strukturnya, kalimat bahasa
Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dapat pula berupa kalimat majemuk.
Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara
(subordinatif), ataupun campuran (koordinatif-subordinatif). Gagasan yang
tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, gagasan yang bersegi-segi diungkapkan
dalam kalimat majemuk.
2.3.1 Kalimat
Tunggal
Kalimat tunggal terdiri
atas satu klausa bebas (Kridalaksana, 1987:95). Jadi, kalimat tunggal terdiri
dari satu subjek dan satu predikat. Di dalam kalimat tunggal terdapat beberapa
pola dasar kalimat. Pola-pola kalimat dasar ini masing-masing hendaklah dibaca
sebagai berikut.
Pola 1 adalah pola yang
mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja
(berdiskusi). Kalimat itu menjadi
Mahasiswa berdiskusi
Contoh lain:
1.
Pertemuan APEC sudah berlangsung
S P
2.
Teori itu dikembangkan
S P
3.
Cerita itu sudah tersebar
S P
4.
Umur kita bertambah terus
S P
Pola 2 adalah
pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat
(ramah). Kalimat itu menjadi
Dosen itu ramah
Contoh lain:
1.
Komputernya rusak
S P
2.
Suku bunga bank swasta tinggi
S P
3.
Atlet itu cekatan sekali
S P
Pola 3 adalah
pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dam berpredikat kata
bilangan (sepuluh ribu rupiah). Kalimat itu menjadi
Harga buku itu sepuluh ribu rupiah
Contoh
lain:
1.
Panjang jalan tol Cawang-
Tanjung Priuk tujuh belas kilometer
S
P
2.
Masalahnya seribu satu
S P
3.
Rumahnya dua buah
S P
4.
Gedung Bank Bumi Daya
Pusat tiga puluh tingkat
S P
Pola 4 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda
(tinggalnya) dan berpredikat frasa depan dan kata benda (di Purwakarta).
Kalimat itu menjadi
Tinggalnya di Purwakarta
Contoh lain:
1.
Direktur ke ruang kerja
S P
2.
Pisau pemotong dalam laci
S P
3.
Kakanya dari luar negeri
S P
4.
Cincin ini untuk kamu
S P
Pola 5 adlah pola kalimat yang bersubjek kata benda
(mereka) berpredikat kata kerja (menonton) dan berobjek kata benda (film).
Kalimat itu menjadi
Mereka menonton film
Contoh lain:
1.
Pesawat itu menembus angkasa
S P O
2.
Setiap pemilik saham mengharapkan deviden yang memuaskan
S P O
3.
Pemerintah menggalakan ekspor nonmigas
S P O
4.
Kabinet Persatuan Nasional memberantas KKN
S P O
5.
Pemerintah berusaha menyedot uang yang beredar
S P O
Pola 6 adalah pola kalimat yang terdiri atas subjek
kata benda (paman), predikat kata kerja (mencarikan), objek (O), kata benda
(saya), dan pelengkap (pel) kata benda (pekerjaan). Selengkapnya kalimat itu
menjadi
Paman mencarikan saya
pekerjaan
Contoh lain:
1.
Dia membuatkan saya lukisan
S P O Pel
2.
Agama menjanjikan pemeluknya keselamatan
S P O Pel
3.
Ibu menggorengkan ayah ikan
S P O Pel
4.
Nita membukakan ibunya pintu
S P O Pel
Pola 7 adalah pola kalimat
yang bersubjek kata benda (Andi ) dan berpredikat kata benda (peneliti). Baik
subjek maupun predikat, keduanya kata benda. Jadi, kalimat itu selengkapnya
menjadi
Andi peneliti
Contoh
lain:
1.
Suharto pemasung demokrasi kita
S P
2.
Dia juara
S P
3.
Chairil Anwar tokoh penyair kenamaan
S P
4.
Pacarnya insinyur pertanian
S P
5.
Sukarno-Hatta proklamator RI
S P
2.3.2
Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah
kalimat yang terdiri atas beberapa klausa. Jika kalimat terdiri atas klausa
bebas, kalimat tersebut merupakan kalimat majemuk setara. Akan tetapi, apabila
kalimat tersebut klausnya dihubungkan secara fungsional yang salah satu di
antaranya berupa klausa bebas, sedangkan yang lainnya berupa bagian fungsional
dari klausa atasan (Kridalaksana, 1987:94)
Contoh kalimat majemuk setara dipajangkan di bawah ini.
1.
Badanya kurus
dan mukanya sangat pucat.
S P
K. Sam. S P
2.
Anak itu hidup dalam kemewahan, sedangkan ibunya
dalam kesengsaraan.
S P K. Sam. S P
Contoh
kalimat majemuk bertingkat dipanjangkan di bawah ini.
1.
Ketika aku pergi, ia menangis.
Ket S
P
K. Sam.+S+P
2. Ia mengakui bahwa
ia jatuh cinta kepadaku.
S P O .
K. Sam.+S +P+O
2.4
Bentuk Kalimat
Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan atas
kalimat aktif dan kalimat pasif.
2.4.1
Kalimat Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat transitif yang
menunjukkan bahwa subjek mengerjakan pekerjaan dalam predikat verbalnya,
contohnya:
1.
Saya membaca buku.
2.
Ayah menulis surat.
3.
Ibu pergi ke Pasar.
2.4.2
Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat transitif yang menunjukan
bahwa subjek merupakan tujuan dari pekerjaan dalam predikat verbalnya, contoh:
1.
Buku saya baca.
2.
Buku dibaca semua orang.
3.
Rumahnya kemasukan pencuri.
2.5
Kalimat Efektif
Kalimat
efektif adalah kalimat yang benar dan jelas‚ sehingga dapat mengungkapkan
gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula. Ciri-ciri
kalimat efektif adalah sebagai berikut (Akhadiah‚ Arsjad‚ dan Ridwan‚ 1995:04)
:
1.
Kesepadanan dan kesatuan
2.
Kesejajaran bentuk
3.
Penekanan
4.
Kehematan dalam menggunakan data
5.
Kevariasian dalam struktur kalimat
Di samping
kalimat efektif‚ dikenal pula istilah kalimat baku. Kalimat baku sebagai pendukung
bahasa baku‚ menuntut situasi pemakaian secara resmi dan kesesuaiannya dengan
kaidah kebahasaan.
2.5.1
Kejelasan Gagasan
Kejelasan
gagasan terlihat pada adanya satu ide pokok. Keberadaannya dalam kalimat dapat
diamati dari hadirnya subjek dan predikat ataupun diikuti objek dan keterangan
kalimat. Bila subjek dan predikat tidak jelas karena kesalahan penggunaan kata
depan tertentu‚ maka gagasan kalimat biasanya kabur. Contoh :
Dari segi kekomunikatifan‚
kejelasan bahasa‚ keterbacaan‚ penyajian gambar‚ grafik‚ dan rumus-rumus‚
disepakati untuk ditinjau dan disempurnakan.
Bagian
terakhir inilah tentu yang lebih jelas. Oleh karena itu‚ kehadiran kata depan
dari pada menyebabkan subjeknya menjadi kabur. Kata depan dari menyebabkan
subjek segi kekomunikatifan‚ kejelasan
bahasa‚ keterbacaan‚ penyajian gambar‚ grafik‚ dan rumus-rumus berubah
fungsi menjadi keterangan kalimat. Akibatnya‚ kalimat di atas tidak bersubjek.
Dengan demikian‚ penghilangan dari akan menjadikannya kalimat efektif‚ seperti
yang tersebut pada kalimat berikut.
Segi kekomunikatifan‚ kejelasan
bahasa‚ keterbacaan‚ penyajian gambar‚ grafik‚ dan rumus-rumus‚ disepakati
untuk ditinjau dan disempurnakan.
2.5.2
Kepaduan Unsur Kalimat
Kepaduan
mengacu kepada hubungan yang serasi antarbagian kalimat. Oleh karena itu‚
panatan unsur-unsur kalimat secara tepat menjadi bagian penting. Kalimat
berikut ini terlihat kurang padu karena antara kata tanya apakah dan bagian inti yang ditanyakan (penyuluhan) dipisahkan oleh keterangan.
Apakah menurut anda penyuluhan ini
adalah cara yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut?
Agar
kepaduan itu terjalin‚ keterangan menurut
Anda dikeluarkan di antara keduanya. Keterangan tersebut dapat diletakkan
pada awal kalimat‚ seperti pada kalimat berikut.
Menurut Anda‚ apakah penyuluhan ini
adalah cara yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut?
2.5.3 Kecermatan
Di dalam kalimat efektif
harus memiliki kejelasan gagasan dan kepaduan unsur-unsur kalimatnya, kalimat
efektif ditutut harus memiliki kecermatan. Ada beberap cirri kecermatan yaitu :
2.5.3.1
Pengunaan kata secara cepat
Penggunaan kata yang tepat menyangkut pemilihan kata-kata sesuai dengan
konteks. Contohnya
akan tetapi, untuk proyek-proyek di
bidang pendidikan yang bermisikan peningkatan mutu, hasil-hasilnya tentu tidak
sejelas hasil proyek-proyek pengadaan sarana fisik , meskipun dampaknya
seharusnya juga teramati, kalau toh tidak
dapat diukur secara cermat.
Pilihan kata kalau toh yang bersifat
dialektis pada kalimat di atas menunjukkan ketidakcermatan penulisan kerena
kalimat tersebut dipaparkan dalam laporan resmi.
2.5.3.2
Penghindaran unsur mubazir
Kecermatan kalimat mengacu kepada penggunaan kata-kata yang
sehemat-hematnya.
Contohnya
BBM ini adalah
merupakan konsep terbaru, penyempuraan dari konsep terdahulu yang telah
dibagikan pada kunjungan ke kampus-kampus daerah.
Karena kata adalah dan merupakan mengandung makna yang hampir sama. Oleh
karena itu penggunaan keduanya bersama-sama sangat mubazir.
2.5.3.3
Pembentukan frasa yang tepat
Ketidakcermatan penyusunan kalimat di antaranya ditandai oleh pemakaian
kata-kata depan yang berlebihan.
Contohnya
oleh karena jadwal pemberangkatan
peserta program Applied Approach diatur secara bergelombang, demi efisiensi
pelaksanaan pencetakan buku teks juga diselenggarakan secara bergelombang sesuai ketersediaan bahan yang memang telah siap
dicetak.
Kata depan dengan seharusnya hadir
diantara sesuai dengan
ketersediaan pada kalimat. Berdasarkan hal itu, kalimat efektif yang
terjadi adalah kalimat di bawah ini.
oleh karena jadwal pemberangkatan
peserta program Applied Approach diatur secara bergelombang, demi efisiensi
pelaksanaan, pencetakan buku teks juga diselenggarakan secara bergelombang sesuai dengan ketersediaan bahan yang memang telah
siap dicetak.
2.5.3.4
Pemakaian Konjungsi yang Tepat
Konjungsi menjadi
unsur yang sangat penting dalam pembentukan wacana terutama dalam wacana tulis
termasuk dalam karangan, karena dengan hadirnya konjungsi yang tepat maka
hubungan antar klausa atau kalimat menjadi padu serta logis sehingga proposisi
atau ide yang disampaikan menjadi mudah dipahami.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata atau ungkapan yang menghubungkan dua
satuan bahasa yang sederajat: kata
dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat
dengan kalimat. Konjungsi terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1.
Konjungsi koordinatif
menghubungkan dua atau lebih
unsur (termasuk kalimat) yang sama pentingnya atau setara. Kalimat yang
dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh:
dan,
serta, atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan.
2.
Konjungsi korelatif
menghubungkan dua atau lebih
unsur (tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan
membentuk frasa atau kalimat. Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi,
kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat dengan dua subjek dan satu
predikat. Contoh:
baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya ...,
melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ...
sehingga, apa(kah) ... atau, entah..., jangankan ..., ...
pun.
3.
Konjungsi subordinatif
menghubungkan dua atau lebih
klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak
kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan membentuk kalimat
majemuk bertingkat.
Konjungsi subordinatif waktu; sejak, setelah, sesudah,
usai, selesai.
Konjungsi subordinatif syarat; jika, apabila.
Konjungsi subordinatif pengandaian; andaikan
Konjungsi subordinatif tujuan; agar, supaya.
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun, walaupun,
meskipun.
Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat
Konjungsi subordinatif sebab-akibat; karena, sebab, maka,
makanya.
Konjungsi subordinatif sebab-akibat; karena, sebab, maka,
makanya.
Konjungsi subordinatif hasil; sehingga
Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa, dengan (cara) begitu.
Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa
Konjungsi subordinatif atributif; yang
Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan
Konjungsi subordinatif perlawanan; sebaliknya.
Konjungsi subordinatif urutan; lalu, terus, kemudian.
Konjungsi subordinatif harapan; moga-moga, semoga.
Konjungsi subordinatif pilihan; atau, apa.
Konjungsi subordinatif penambahan; dan, juga, serta.
4.
Konjungsi antarkalimat
merangkaikan dua kalimat,
tetapi masing-masing merupakan kalimat sendiri.
2.5.3.5
Pembentukan Kata yang Sejajar
Ada banyak
ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk
dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara
pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa
konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Kata dasar
(akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga
dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks),
tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.
Afiks
(imbuhan) satuan terikat (seperangkat
huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna
dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat
pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan
konfiks.
1.
Prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang
melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
Contoh:
ber-, di-, ke-,
me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
2. Sufiks (akhiran)
= afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru
dengan arti yang berbeda.
Contoh:
ber-, di-, ke-,
me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
3.
Konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan
satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu
fungsi.
Contoh:
ke - an, ber - an,
pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se – nya
4.
Kata turunan (kata jadian) = kata baru yang
diturunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.
5.
Keluarga kata dasar = kelompok kata
turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang
berbeda.
2.5.3.6
Penalaran yang Logis
Penalaran
logis merupakan sebuah sistem atau cara untuk memikirkan sesuatu secara
rasional dan tidak berhubungan dengan hal – hal yang tidak masuk akal fikiran
manusia. Penalaran logis bersifat logika, dan didasarkan pada sebuah kenyataan.
Logika/penalaran
berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan
akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Dapat diartikan juga sebagai berikut:
a. Ilmu untuk berfikir dan menalar dengan benar (sehingga didapatkan kesimpulan yang absah).
b. Manusia mampu mengembangkan pengetahuan karena mempunyai bahasa dan kemampuan menalar.
c. Untuk dapat menarik konklusi yang tepat, diperlukan kemampuan menalar.
d. Kemampuan menalar adalah kemampuan untuk menarik konklusi yang tepat dari bukti-bukti yang ada, dan menurut aturan-aturan tertentu.
Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Dapat diartikan juga sebagai berikut:
a. Ilmu untuk berfikir dan menalar dengan benar (sehingga didapatkan kesimpulan yang absah).
b. Manusia mampu mengembangkan pengetahuan karena mempunyai bahasa dan kemampuan menalar.
c. Untuk dapat menarik konklusi yang tepat, diperlukan kemampuan menalar.
d. Kemampuan menalar adalah kemampuan untuk menarik konklusi yang tepat dari bukti-bukti yang ada, dan menurut aturan-aturan tertentu.
2.5.4
Kevariasian Penyusunan Kalimat
Kevariasian ini sebagian
besar berkaitan dengan hubungan antar kalimat untuk menghasilkan daya informasi
yang baik dan tidak membosankan. Untuk mendukung maksud tersebut di perlukan 3
upaya:
2.5.4.1 Pemakaian Kata-Kata yang
Bersinonim
Kata-kata yang
bersinonim digunakan agar tidak menimbulkan kesan membosankan akibat pemakaian
kata-kata yang sama dalam satu kalimat.
Abrasi = Pengikisan
• Pantai
Talang Sari mengalami pengikisan pantai akibat ombak
ü Pantai
Talang Sari mengalami abrasi pantai akibat ombak
Asumsi = Anggapan
• Mereka
beranggapan bahwa peristiwa ini adalah kebetulan semata.
ü Mereka
berasumsi bahwa peristiwa ini adalah kebetulan semata.
2.5.4.2
Pengubahan urutan unsur kalimat
Bila beberapa
kalimat disusun dengan pola yang sama akan timbul kesan membosankan. Urutan
unsur kalimat dapat diubah sehingga pola-pola kalimat yang ada berbeda-beda.
Pengubahan unsur kalimat juga dapat menimbulkan penekanan terhadap unsur
tertentu dalam kalimat.
Ø Adik
membantu ibu di toko tadi pagi.
Unsur kalimat diatas : S-P-O-Kt-Kw
ü Tadi
pagi adik membantu ibu di toko
Unsur kalimat berubah menjadi : Kw-S-P-O-Kt
Ø Obor
persahabatan menyala terus sepanjang jalan
Unsur kalimat diatas : S-P-K
ü Sepanjang
jalan obor persahabatan menyala terus
Unsur kalimat berubah menjadi : K-S-P
2.5.4.3
Pemakaian bentuk aktif dan pasif
Bentuk aktif
dan pasif terlihat pada pemakaian kata kerja berawalan me- dan di-. Variasi ini
baik pada satu kalimat maupun pada rangkaian kalimat dapat memberikan kesan
kesegaran penyampaian informasi.
Ringkasnya, tembang adalah sebuah genre penting dalam puitika Jawa
klasik. (1) berbagai tembang yang di tulis oleh pujangga keraton pada abad
ke-19 (terutama Kasunanan dan Mangkunegaran, Surakarta ) merupakan sarana untuk
mengungkapkan, mengajarkan, dan mengukuhkan filsafat hidup jawa. (2) tentu saja
tidak semua berisi filsafat hidup yang berat: ada juga tembang yang digubah
dengan menitikberatkan nilai-nilai hiburan. (3) tembang yang berta banyak
menggunakan kosakata Kawi dan aliterasi, sehingga maknanya tidak selalu mudah
untuk di pahami. (4)
Pada wacana di atas terdapat variasi aktif-pasif. Kalimat 1 - 5 sebagian
besar di isi oleh kalimat aktif. Kalimat 2 terdapat klausa-klausa pengisi objek
berupa klausa aktif, kalimat 3 terdapat klausa pasif, kalimat 4 terdiri dari dua
klausa , yaitu klausa aktif dan pasif.
2.6
Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
2.6.1
Faktor Penyebab Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa
Indonesia
Ada 4 faktor yang menjadi penyebab Bahasa Melayu
diangkat menjadi Bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1)
Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa
perdagangan.
2)
Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam
bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ngako,
kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda
(kasar, lemes).
3)
Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lain dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4)
Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai
bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
2.6.2
Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berkaitan dengan Bahasa
Indonesia
1)
Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling
menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal 28 Oktober
1928 itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kukuh unyuk
perjalanan bahasa Indonesia.
2)
Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa
Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo dapat disimpulkan bahwa usaha
pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendikiawan dan budayawan kita saat itu.
3)
Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober
– 2 November 1954 adalah salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk
terus menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa
nasional dan ditetapkan sebagai bahasa Negara.
4)
Kongres Bahasa Indonesia III yang di selenggarakan di Jakarta
pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 yang merupakan peristiwa penting bagi
kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka peringatan hari
Sumpah Pemuda yang kelima puluh, selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan
dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan
kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
5)
Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada
21 – 26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka peringatan hari
Sumpah Pemuda yang ke 55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang
tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,yang mewajibkan kepada semua
warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan
benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
6)
Kongres Bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada
tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh
ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari
negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Belanda, Jerman
dan Australia. Kongres ini ditandai dengan di persembahkannya karya besar Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di Nusantara, yakni
berupa (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan
(2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
7)
Kongres Bahasa
Indonesia VI diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993.
Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari
mancanegara (Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia,
Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan dan Amerika Serikat). Kongres
mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang
Bahasa Indonesia.
8)
Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel
Indonesia Jakarta pada 26 – 30 Oktober 1998. Kongres ini mengusulkan
dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan
ketentuan sebagai berikut.
a)
Keanggotaannya terdiri atas tokoh masyarakat dan pakar yang
mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b)
Tugasnya ialah memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta
mengupayakan peringatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
2.6.3
Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga
Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia.
Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional. Selain
itu, didalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dalam pasal khusus (bab XV,
Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa
Negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa
Indonesia.
2.6.4
Fungsi Bahasa Indonesia
Didalam
kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai.
(1)
lambang kebanggaan kebangsaan,
(2)
lambang identitas nasional,
(3)
alat penghubung antarwarga, antar daerah dan antarbudaya,
(4)
alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa
dengan latar belakang sosial budaya dari bahasanya masing-masing ke dalam
kesatuan kebanggaan Indonesia.
Di dalam
kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai.
(1)
bahasa resmi kenegaraan,
(2)
bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
(3)
alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan
(4)
alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan
teknologi.
BAB III
Penutup
3.1
Kesimpulan
Kalimat adalah satuan bahasa
terkecil,dalam wujud liasan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut,
disela jeda,dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf
latin yang dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.),
tanda tanya (?), tanda seru (!).
Menurut strukturnya,
kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat aktif dan kalimat pasif.
Sebuah kalimat harus memperhatikan
unsur kesejajaran (pararelisme). Yang dimaksud dengan kesejajaran (pararelisme)
didalam penulisan ialah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama atau
konstruksi yang sama yang dipakai dalam susunan serial.
3.2
Saran
Setelah
mempelajari mengenai kalimat efektif ini semoga kita bisa menggunakannya dengan
baik dalam kegiatan berkomunikasi sehari-hari, agar informasi yang berjalan cepat
selaras antara gagasan yang disampaikan oleh pihak pertama dapat diterima
dengan “utuh” oleh pihak kedua. Juga sebagai suatu kebanggaan jika kita bisa
menggunakan bahasa nasional kita bahasa Indonesia dengan baik dalam
kesehariannya.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyani, Isah. 2006. Pendidikan Bahasa Indonesia.Bandung : UPI PRESS
Rosmana, Tyos. - . Pendidikan
Bahasa Indonesia. - : -
Arifa. 2011. Variasi
kalimat dalam urutan. http://arifayip.blogspot.co.id/.
(diakses tanggal 25 Februari 2017)
LAMPIRAN
A.
Latihan Soal Pilihan Ganda
1.
Manakah yang bukan merupakan fungsi dari konjungasi?
a.
Kata dengan kata
b.
Frasa dengan frasa
c.
Klausa dengan klausa
d.
Kalimat dengan kalimat
e.
Frasa dengan kalimat
2.
Manakah yang merupakan salah satu cara dalam pembentukan kata
yang sejajar?
a. Klausa
b. Prasa
c. Infiks
d. Morfem
e. Sufliks
3.
Dibawah ini yang bukan ciri-ciri struktur kalimat SPOK
adalah...
a. Terdapat keterangan
b. Terdapat objek
c. Terdapat sajak
d. Terdapat subjek
4.
Kalimat yang menyatakan kegiatan yang sedang dilakukan oleh Subjek
disebut...
a. Objek
b. Keterangan
c. Subjek ke 2
d. Predikat
5.
Berikut merupakan ciri-ciri kalimat efektif menurut Akhadiah,
Arsjad, dan Ridwan (1995:04), kecuali:
A. Kesepadanan dan
kesatuan
B. Keselarasan
C. Kesejajaran bentuk
D. Penekanan
E. Kehematan dalam
menggunakan kata
6.
Kalimat efektif adalah...
A. Kalimat yang benar dan
jelas
B. Kalimat yang
menggunakan banyak kata
C. Kalimat yang tidak
memiliki kesepadanan dan kesatuan
D. Kalimat yang tidak ada
penekanan
E. Kalimat yang
bertele-tele
7.
Menyikat gigi tak hanya di
lakukan ketika setelah sarapan pagi, tetapi juga dilakukan pada saat sebelum
memulai tidur di malam hari.
Pada kalimat tersebut terdapat
beberapa hal yang tidak tepat, ketidaktepatan tersebut berupa …
A. penulisan menyikat
seharusnya mensikat
B. Penulisan awalan di
pada “di lakukan” dan “di malam” semestinya digabung karena tidak menunjukkan
keterangan tempat
C. Di malam hari
seharusnya diganti dengan si siang hari
D. Sebelum memulai tidur
seharusnya diganti dengan sebelum bekerja
E. Di lakukan seharusnya
diganti dengan di kerjakan
8.
Ibu membuat kue cucur
sangat terlalu manis, sehingga tak enak dimakan.
Kalimat tersebut akan
menjadi efektif dihilangkan kata …
A. Dihilangkan kata “Ibu”
B. Dihilangkan kata
“cucur”
C. Dihilangkan kata “enak”
D. Dihilangkan kata
“membuat”
E. Dihilangkan kata
“sangat”
9.
Ciri kevariasian penyusunan kalimat adalah ...
A. Pemakaian kata-kata
yang antonim
B. Pengubahan urutan unsur
kalimat
C. Pemakaian bentuk kata
yang sejajar
D. Pemakaian kalimat
efektif
10.
Tujuan penggunaan kata-kata yang bersinonim pada kevariasian
penyusunan kalimat adalah ...
A. Tidak menimbulkan kesan
membosankan
B. Hubungan antar kalimat
C. Kecermatan penyusunan
kalimat
D. Menghindari kata-kata
yang berlebihan
11.
Penentu kalimat secara lisan adalah..
A.
Tanda baca
B.
Intonasi
C.
Huruf kapital
D.
Nada
E.
Irama
12.
Manakah bentuk-bentuk dibawah ini yang merupakan klausa?
A.
Pergi
B.
Ke sekolah
C.
Hujan
D.
Selamat pagi
E.
Panas
13.
Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti
subjek adalah...
A. Ayah seorang yang berjuang pada masa perang kemerdekaan.
B. Ibu mengunjungi keluarga yang membesarkannya.
C. Nenek tinggal di ibukota Negara Republik Indonesia.
D. Yang berpakaian seragam SMP itu,adik saya.
E. Yang dikolam itu ikan.
1)
Bu Suci mengajarkan Bahasa Indonesia.
2)
Pak Kunandar berjalan-jalan tiap pagi.
3)
Adik menangis tadi pagi.
4)
Hal itu merupakan tanggung jawab kita.
14.
Kalimat-kalimat tersebut yang dapat dipasifkan adalah kalimat
nomor...
A.1)
B. 2)
C. 3)
D. 4)
E. Semua salah
15.
Yang merupakan contoh kalimat aktif adalah .....
A.Kemarin kami kehujanan dekat jembatan penyeberangan.
B.Mereka bernyanyi-nyanyi saja seharian.
C.Kutulis saja segera surat itu sebelum mereka datang.
D.Setelah kejadian itu, Roni langsung terjerembab ke sawah.
E. Kemarin aku terjatuh di sungai.
B. Latihan Soal Essay
1. Sebutkan faktor-faktor mengapa bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa
Indonesia!
2.Jelaskan perbedaan dari kalimat tunggal dan kalimat majemuk beserta
contohnya!
B.
Kunci Jawaban
Pilihan Ganda
1.
E
2.
C
3.
C
4.
D
5.
B
6.
A
7.
B
8.
E
9.
B
10. A
11. B
12. A
13. D
14. A
15.
C
Essay
1.
Faktor-faktornya :
a.
Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa
perdagangan.
b.
Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam
bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ngako,
kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda
(kasar, lemes).
c.
Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lain dengan sukarela
menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
d.
Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai
bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
2.
Kalimat tunggal adalah klaimat yang
hanya mempunyai satu pola atau struktur kalimat. Struktur kalimat adalah S-P,
S-P-O-K, dan S-P-O-K-Pel. Berikut contoh kalimat tunggal.
a.Anita sedang berenang.
S P
b.Joko memutari lapangan.
S
P O
c.Bi Minah mencuci piring setiap malam
S P O K
Kalimat
majemuk berarti kalimat yang memiliki lebih dari satu pola atau struktur
kalimat. kalimat majemuk di bagi menjadi dua, yaitu majemuk setara dan majemuk
bertingkat. Contoh :
·Ibu
membeli bayam, kangkung, dan cabe.
·Jono bingung ingin pergi nonton atau menerjakan PR.
Langganan:
Postingan (Atom)