web widgets

Selasa, 07 Maret 2017

Makalah Kalimat Pendidikan Bahasa Indonesia

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Kalimat”. Adapun tujuan dari penyusunan dalam tugas makalah ini yaitu untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Pendidikan Bahasa Indonesia”.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa, makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan dan bimbingan dari dosen pengampu mata kuliah “Pendidikan Bahasa Indonesia” dan dosen mata kuliah Bapak “Drs.Endang Hidayat, M.Pd”. kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki maka kami meminta kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita semua didalam dunia pendidikan. Dan semoga mampu menjadi pendidik yang patut di tauladani oleh anak didik.
                                                                                               
                                                                                                            Purwakarta, Maret  2017

Penyusun




DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………………………………….…………i
Daftar Isi…………………………………………………………………………….………..ii       
BAB I : Pendahuluan
1.1  Latar Belakang………………………………………………………………….……1
1.2  Rumusan masalah……………………………………………………………..……...1
BAB II : Pembahasan
2.1  Pengertian Kalimat dari Berbagai Sumber.……………………………………….…2
2.2  Pola Kalimat…………………………………………………………………………2
2.3  Jenis Kalimat Berdasarkan Struktur Gramatikalnya
2.3.1        Kalimat Tunggal……………………………………………………………..4
2.3.2        Kalimat Majemuk……………………………………………………………7
2.4  Bentuk Kalimat
2.4.1        Bentuk Kalimat Aktif ….……………………………………………………8
2.4.2        Bentuk Kalimat Pasif.....………………………………………………....…..8
2.5  Kalimat Efektif
2.5.1        Kejelasan Gagasan…………………………………………………………..9
2.5.2        Kepaduan Unsur Kalimat………..…………………………………………..9
2.5.3        Kecermatan……………………..…………………………………………..10
2.5.3.1  Penggunaan Kata Secara Tepat………………………………………10
2.5.3.2  Penghindaraan Unsur Mubazir………………………………………..10
2.5.3.3  Pembentukan Frasa yang Tepat……………………………………....11
2.5.3.4  Pemakaian Konjungsi yang Tepat……………………………………11
2.5.3.5  Pembentukan Kata yang Sejajar……………………………………...13
2.5.3.6  Penalaran yang Logis………………………………………………...14
2.5.4        Kevariasian Penyusunan Kalimat………………………………………......14
2.5.4.1  Pemakaian Kata-Kata yang Bersinonim……………………………...15
2.5.4.2  Pengubahan Urutan Unsur Kalimat…………………………………..15
2.5.4.3  Pemakaian Bentuk Aktif dan Pasif…………………………………...15
2.6  Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
2.6.1        Faktor Penyebab Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia…...16
2.6.2        Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berkaitan dengan Bahasa Indonesia……17 
2.6.3        Kedudukan Bahasa Indonesia……………………………………………....18
2.6.4        Fungsi Bahasa Indonesia…………………………………………………...18 
BAB III : Penutup
3.1  Kesimpulan…………………………………………………………………………20
3.2  Saran………………………………………………………………………………..20
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………...21

Lampiran................................................................................................................................22

BAB I
PENDAHULAN

1.1  Latar Belakang
Dalam berbahasa, baik secara lisan maupun tulis kita tidak menggunakan kata-kata secara lepas. Melainkan kata-kata itu terangkai mengikuti aturan atau kaidah yang berlaku sehingga terbentuklah rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan. Rangkaian kata yang dapat mengungkapkan gagasan, pikiran atau perasaan itu dinamakan kalimat. Kalimat yang baik pertama-tama haruslah memenuhi persyaratan gramatikal.
Kelengkapan unsur dalam sebuah kalimat sangat menentukan kejelasan sebuah kalimat. Oleh sebab itu, sebuah kalimat harus memiliki sebuah objek dan sebuah predikat. Kalimat yang lengkap ini harus ditulis sesuai dengan aturan-aturan Ejaan Yang Disesuaikan (EYD).
Kalimat yang jelas dan baik akan dengan mudah dipahami orang lain secara tepat. Kalimat yang demikian disebut dengan kalimat efektif.  Sebuah kalimat efektif haruslah secara tepat dapat mewakili pikiran dan keinginan penulis. Agar kalimat yang dibuat itu dapat memberi informasi kepada pembaca secara tepat seperti yang diharapkan oleh penulis (efektif), perlu diperhatikan beberapa persyaratan lanjutan, yaitu : (1) kesepadanan dan kesatuan antara struktur bahasa dengan cara atau jalan pikiran yang logis dan masuk akal, (2) kesejajaran bentuk-bentuk bahasa yang dipakai, (3) penekanan untuk mengemukakan ide pokok, (4) kehematan dalam mempergunakan kata,(5) kevariasian dalam struktur kalimat.

1.2  Rumusan masalah
Berdasarkan materi kami, dapat kami uraikan rumusan masalah sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan kalimat?
2.      Apa saja unsur pembentuk kalimat?
3.      Apa saja jenis jenis kalimat?
4.      Apa saja unsur yang mendukung pembentukan kalimat efektif secara tepat?
5.      Mengapa bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia?




BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian Kalimat dari Berbagai Sumber
Menurut Tata Bahasa Tradisional , kalimat adalah satuan kumpulan kata terkecil yaang mengandung pikiran yang lengkap, sedangkan menurut Tata Bahasa Struktural kalimat adalah suatu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, sedangkan intonasinya menunjukan bahwa bagian ujaran itu sudah lengkap (Keraf, 1980:139-140).
Yang membedakan kalimat dengan frasa adalah frasa tidak memiliki unsur subjek dan predikat sedangkan kalimat memiliki.
Ramlan (1981:4) Kalimat dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Mengenai strukturnya ada kalimat yang berklausa dan tidak.
Kridalaksana (1993:92)
1.      Satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,mempunyai pula intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri atas klausa
2.      Klausa bebas yang menjadi bagian kognitif percakapan, satuan proposisi yang merupakan gabungan klausa atau merupakan satu klausa yang membentuk satuan yang bebas,jawaban minimal,seruan,salam,dsb.
3.      Konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang ditata menurut pola tertentu, dan dapat berdiri sendiri sebagai satu satuan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan , yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf laten kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik(.) , tanda tanya (?) dan tanda seru (!).

2.2 Pola Kalimat
a.       Kalimat-kalimat berpredikat kata kerja
b.      Kalimat-kalimat yang berpredikat bukan kata kerja
Akan tetapi, dalam pemakaian sehari-hari kalimat yang berpredikat kata kerja lebih besar jumlahnya daripada kalimat yang berpredikat bukan kata kerja. Hal itu membantu kita dengan mudah untuk menentukan predikat sebuah kalimat. Oleh sebab itu, kalau ada kata kerja dalam suatu untaian kalimat, kata kerja itu dicadangkan sebagai predikat dalam kalimat itu,contoh :

Tugas itu dikerjakan oleh para mahasiswa

Kata kerja dalam kalimat ini adalah dikerjakan, subjek pada kalimat ini adalah  tugas itu. Objek tidak dapat mendahului predikat karena predikat dan objek suatu kesatuan.
Jika dilihat dari segi makna kalimat, objek merupakan unsur yang harus hadir setelah predikat yang berupa verba transitif.
Jika suatu kalimat sudah mengandung kelengkapan makna dengan hanya memiliki subjek dan predikat yang berupa verba intrasitif,objek tidak diperlukan lagi.
Contohnya :
 Penanaman modal asing berkembang
              S                                P
Kalimat itu sudah lengkap dan jelas. Andaikata dibelakang unsur berkembang ditambah dengan sebuah kata atau beberapa kata, unsur tambahan itu bukan objek, melainkan keterangan, misalnya :
Penanam modal asing berkembang saat ini
         S                                 P                 K
                 
Berdasarkan penelitian para ahli, pola kalimat dasar dalam bahasa Indonesia adalah sebagai berikut.

1.        KB + KK                           = Mahasiswa berdiskusi.
2.        KB + KS                           = Dosen itu ramah.
3.        KB + K.Bil                        = Harga buku itu sepuluh ribu rupiah.
4.        KB + (KD + KB)               = Tinggalnya di Purwakarta.
5.        KB1  + KK + KB2             = Mereka menonton film.
6.        KB1 + KK +KB2 +KB3     = Paman mencarikan saya pekerjaan.
7.        KB1 + KB2                       = Fajri peneliti

2.3 Jenis Kalimat Berdasarkan Struktur Gramatikalnya
Menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dapat pula berupa kalimat majemuk. Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif), ataupun campuran (koordinatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan dalam kalimat tunggal, gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dalam kalimat majemuk.
2.3.1 Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal terdiri atas satu klausa bebas (Kridalaksana, 1987:95). Jadi, kalimat tunggal terdiri dari satu subjek dan satu predikat. Di dalam kalimat tunggal terdapat beberapa pola dasar kalimat. Pola-pola kalimat dasar ini masing-masing hendaklah dibaca sebagai berikut.

Pola 1 adalah pola yang mengandung subjek (S) kata benda (mahasiswa) dan predikat (P) kata kerja (berdiskusi).  Kalimat itu menjadi

Mahasiswa berdiskusi
    
Contoh lain:
1.      Pertemuan APEC sudah berlangsung
              S                           P
2.      Teori itu dikembangkan
       S                  P
3.      Cerita itu sudah tersebar
       S                   P
4.      Umur kita bertambah terus
        S                      P
Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (dosen itu) dan berpredikat kata sifat (ramah). Kalimat itu menjadi
Dosen itu ramah
Contoh lain:
1.      Komputernya rusak
       S                P
2.      Suku bunga bank swasta tinggi
                S                         P
3.      Atlet itu cekatan sekali
      S                  P
Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (harga buku itu) dam berpredikat kata bilangan (sepuluh ribu rupiah). Kalimat itu menjadi
Harga buku itu sepuluh ribu rupiah
            Contoh lain:
1.         Panjang jalan tol Cawang- Tanjung Priuk tujuh belas kilometer
                                    S                                                   P
2.         Masalahnya seribu satu
          S                P
3.         Rumahnya dua buah
         S             P
4.         Gedung Bank Bumi Daya Pusat tiga puluh tingkat
                    S                                          P

Pola 4 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (tinggalnya) dan berpredikat frasa depan dan kata benda (di Purwakarta). Kalimat itu menjadi
                       
Tinggalnya di Purwakarta
Contoh lain:
1.      Direktur ke ruang kerja
      S                P
2.      Pisau pemotong dalam laci
            S                    P
3.      Kakanya dari luar negeri
       S                P
4.      Cincin ini untuk kamu
       S                P

Pola 5 adlah pola kalimat yang bersubjek kata benda (mereka) berpredikat kata kerja (menonton) dan berobjek kata benda (film). Kalimat itu menjadi

Mereka menonton film
            Contoh lain:
1.         Pesawat itu menembus angkasa
         S                P              O
2.         Setiap pemilik saham mengharapkan deviden yang memuaskan
                 S                          P                              O
3.         Pemerintah menggalakan ekspor nonmigas
        S                   P                        O
4.         Kabinet Persatuan Nasional memberantas KKN
                     S                                 P              O
5.         Pemerintah berusaha menyedot uang yang beredar
        S                        P                          O

Pola 6 adalah pola kalimat yang terdiri atas subjek kata benda (paman), predikat kata kerja (mencarikan), objek (O), kata benda (saya), dan pelengkap (pel) kata benda (pekerjaan). Selengkapnya kalimat itu menjadi

Paman mencarikan saya pekerjaan
            Contoh lain:
1.      Dia membuatkan saya lukisan
  S            P            O      Pel
2.      Agama menjanjikan pemeluknya keselamatan
     S               P                 O                Pel
3.      Ibu menggorengkan ayah ikan
 S              P                O    Pel
4.      Nita membukakan ibunya pintu
  S             P               O      Pel

Pola 7 adalah pola kalimat yang bersubjek kata benda (Andi ) dan berpredikat kata benda (peneliti). Baik subjek maupun predikat, keduanya kata benda. Jadi, kalimat itu selengkapnya menjadi
Andi peneliti
            Contoh lain:
1.      Suharto pemasung demokrasi kita
     S                        P
2.      Dia juara
  S     P
3.      Chairil Anwar tokoh penyair kenamaan
            S                            P
4.      Pacarnya insinyur pertanian
       S                   P
5.      Sukarno-Hatta proklamator RI
         S                        P
2.3.2 Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa. Jika kalimat terdiri atas klausa bebas, kalimat tersebut merupakan kalimat majemuk setara. Akan tetapi, apabila kalimat tersebut klausnya dihubungkan secara fungsional yang salah satu di antaranya berupa klausa bebas, sedangkan yang lainnya berupa bagian fungsional dari klausa atasan (Kridalaksana, 1987:94)
Contoh kalimat majemuk setara dipajangkan di bawah ini.
1.      Badanya kurus    dan    mukanya sangat pucat.
      S          P    K. Sam.       S              P
2.      Anak itu hidup dalam kemewahan, sedangkan ibunya dalam kesengsaraan.
      S                        P                         K. Sam.       S                   P
            Contoh kalimat majemuk bertingkat dipanjangkan di bawah ini.
1.      Ketika aku pergi, ia menangis.
           Ket            S       P
   K. Sam.+S+P
2.   Ia mengakui bahwa ia jatuh cinta kepadaku.
      S        P                                O                      .
                                     K. Sam.+S +P+O     

2.4       Bentuk Kalimat
Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat aktif dan kalimat pasif.
2.4.1        Kalimat Aktif
Kalimat aktif adalah kalimat transitif yang menunjukkan bahwa subjek mengerjakan pekerjaan dalam predikat verbalnya, contohnya:
1.      Saya membaca buku.
2.      Ayah menulis surat.
3.      Ibu pergi ke Pasar.

2.4.2        Kalimat Pasif
Kalimat pasif adalah kalimat transitif yang menunjukan bahwa subjek merupakan tujuan dari pekerjaan dalam predikat verbalnya, contoh:
1.      Buku saya baca.
2.      Buku dibaca semua orang.
3.      Rumahnya kemasukan pencuri.

2.5       Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang benar dan jelas‚ sehingga dapat mengungkapkan gagasan pemakainya secara tepat dan dapat dipahami secara tepat pula. Ciri-ciri kalimat efektif adalah sebagai berikut (Akhadiah‚ Arsjad‚ dan Ridwan‚ 1995:04) :
1.      Kesepadanan dan kesatuan
2.      Kesejajaran bentuk
3.      Penekanan
4.      Kehematan dalam menggunakan data
5.      Kevariasian dalam struktur kalimat
Di samping kalimat efektif‚ dikenal pula istilah kalimat baku. Kalimat baku sebagai pendukung bahasa baku‚ menuntut situasi pemakaian secara resmi dan kesesuaiannya dengan kaidah kebahasaan.
2.5.1        Kejelasan Gagasan
Kejelasan gagasan terlihat pada adanya satu ide pokok. Keberadaannya dalam kalimat dapat diamati dari hadirnya subjek dan predikat ataupun diikuti objek dan keterangan kalimat. Bila subjek dan predikat tidak jelas karena kesalahan penggunaan kata depan tertentu‚ maka gagasan kalimat biasanya kabur. Contoh :

Dari segi kekomunikatifan‚ kejelasan bahasa‚ keterbacaan‚ penyajian gambar‚ grafik‚ dan rumus-rumus‚ disepakati untuk ditinjau dan disempurnakan.

Bagian terakhir inilah tentu yang lebih jelas. Oleh karena itu‚ kehadiran kata depan dari pada menyebabkan subjeknya menjadi kabur. Kata depan dari menyebabkan subjek segi kekomunikatifan‚ kejelasan bahasa‚ keterbacaan‚ penyajian gambar‚ grafik‚ dan rumus-rumus berubah fungsi menjadi keterangan kalimat. Akibatnya‚ kalimat di atas tidak bersubjek. Dengan demikian‚ penghilangan dari akan menjadikannya kalimat efektif‚ seperti yang tersebut pada kalimat berikut.

Segi kekomunikatifan‚ kejelasan bahasa‚ keterbacaan‚ penyajian gambar‚ grafik‚ dan rumus-rumus‚ disepakati untuk ditinjau dan disempurnakan.

2.5.2        Kepaduan Unsur Kalimat
Kepaduan mengacu kepada hubungan yang serasi antarbagian kalimat. Oleh karena itu‚ panatan unsur-unsur kalimat secara tepat menjadi bagian penting. Kalimat berikut ini terlihat kurang padu karena antara kata tanya apakah dan bagian inti yang ditanyakan (penyuluhan) dipisahkan oleh keterangan.

Apakah menurut anda penyuluhan ini adalah cara yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut?

Agar kepaduan itu terjalin‚ keterangan menurut Anda dikeluarkan di antara keduanya. Keterangan tersebut dapat diletakkan pada awal kalimat‚ seperti pada kalimat berikut.

Menurut Anda‚ apakah penyuluhan ini adalah cara yang terbaik untuk mencapai tujuan tersebut?

2.5.3 Kecermatan
Di dalam kalimat efektif harus memiliki kejelasan gagasan dan kepaduan unsur-unsur kalimatnya, kalimat efektif ditutut harus memiliki kecermatan. Ada beberap cirri kecermatan yaitu :

2.5.3.1 Pengunaan kata secara cepat
Penggunaan kata yang tepat menyangkut pemilihan kata-kata sesuai dengan konteks. Contohnya

akan tetapi, untuk proyek-proyek di bidang pendidikan yang bermisikan peningkatan mutu, hasil-hasilnya tentu tidak sejelas hasil proyek-proyek pengadaan sarana fisik , meskipun dampaknya seharusnya juga teramati, kalau toh tidak dapat diukur secara cermat.

Pilihan kata kalau toh yang bersifat dialektis pada kalimat di atas menunjukkan ketidakcermatan penulisan kerena kalimat tersebut dipaparkan dalam laporan resmi.

2.5.3.2       Penghindaran unsur mubazir
Kecermatan kalimat mengacu kepada penggunaan kata-kata yang sehemat-hematnya.
Contohnya

BBM ini adalah merupakan konsep terbaru, penyempuraan dari konsep terdahulu yang telah dibagikan pada kunjungan ke kampus-kampus daerah.

Karena kata adalah dan merupakan mengandung makna yang hampir sama. Oleh karena itu penggunaan keduanya bersama-sama sangat mubazir.

2.5.3.3       Pembentukan frasa yang tepat
Ketidakcermatan penyusunan kalimat di antaranya ditandai oleh pemakaian kata-kata depan yang berlebihan.
Contohnya

oleh karena jadwal pemberangkatan peserta program Applied Approach diatur secara bergelombang, demi efisiensi pelaksanaan pencetakan buku teks juga diselenggarakan secara bergelombang sesuai ketersediaan bahan yang memang telah siap dicetak.

Kata depan dengan seharusnya hadir diantara sesuai dengan ketersediaan pada kalimat. Berdasarkan hal itu, kalimat efektif yang terjadi adalah kalimat di bawah ini.

oleh karena jadwal pemberangkatan peserta program Applied Approach diatur secara bergelombang, demi efisiensi pelaksanaan, pencetakan buku teks juga diselenggarakan secara bergelombang sesuai dengan ketersediaan bahan yang memang telah siap dicetak.

2.5.3.4       Pemakaian Konjungsi yang Tepat
Konjungsi menjadi unsur yang sangat penting dalam pembentukan wacana terutama dalam wacana tulis termasuk dalam karangan, karena dengan hadirnya konjungsi yang tepat maka hubungan antar klausa atau kalimat menjadi padu serta logis sehingga proposisi atau ide yang disampaikan menjadi mudah dipahami.
Konjungsi atau kata sambung adalah kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat. Konjungsi terbagi menjadi empat macam, yaitu:
1.      Konjungsi koordinatif
menghubungkan dua atau lebih unsur (termasuk kalimat) yang sama pentingnya atau setara. Kalimat yang dibentuk disebut kalimat majemuk setara. Contoh:
dan, serta, atau, tetapi, melainkan, padahal, sedangkan.
2.      Konjungsi korelatif
menghubungkan dua atau lebih unsur (tidak termasuk kalimat) yang memiliki status sintaksis yang sama dan membentuk frasa atau kalimat. Kalimat yang dibentuk agak rumit dan bervariasi, kadang setara, bertingkat, atau bisa juga kalimat dengan dua subjek dan satu predikat. Contoh:
baik ... maupun, tidak hanya ..., tetapi juga, bukan hanya ..., melainkan juga, demikian ... sehingga, sedemikian rupa ... sehingga, apa(kah) ... atau, entah..., jangankan ..., ... pun.
3.      Konjungsi subordinatif
menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat.
Konjungsi subordinatif waktu; sejak, setelah, sesudah, usai, selesai.
Konjungsi subordinatif syarat; jika, apabila.
Konjungsi subordinatif pengandaian; andaikan
Konjungsi subordinatif tujuan; agar, supaya.
Konjungsi subordinatif konsesif; biarpun, walaupun, meskipun.
Konjungsi subordinatif pembandingan; ibarat
Konjungsi subordinatif sebab-akibat; karena, sebab, maka, makanya.
Konjungsi subordinatif sebab-akibat; karena, sebab, maka, makanya.
Konjungsi subordinatif hasil; sehingga
Konjungsi subordinatif alat; dengan
Konjungsi subordinatif cara; tanpa, dengan (cara) begitu.
Konjungsi subordinatif komplementasi; bahwa
Konjungsi subordinatif atributif; yang
Konjungsi subordinatif perbandingan; sama ... dengan
Konjungsi subordinatif perlawanan; sebaliknya.
Konjungsi subordinatif urutan; lalu, terus, kemudian.
Konjungsi subordinatif harapan; moga-moga, semoga.
Konjungsi subordinatif pilihan; atau, apa.
Konjungsi subordinatif penambahan; dan, juga, serta.
4.      Konjungsi antarkalimat
merangkaikan dua kalimat, tetapi masing-masing merupakan kalimat sendiri.
2.5.3.5       Pembentukan Kata yang Sejajar
Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.
Afiks (imbuhan)  satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan konfiks.
1.      Prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
Contoh: 
ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
2.      Sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.
Contoh:
ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-
3.      Konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.
Contoh: 
ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se – nya
4.      Kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.
5.      Keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.
2.5.3.6       Penalaran yang Logis
Penalaran logis merupakan sebuah sistem atau cara untuk memikirkan sesuatu secara rasional dan tidak berhubungan dengan hal – hal yang tidak masuk akal fikiran manusia. Penalaran logis bersifat logika, dan didasarkan pada sebuah kenyataan.
Logika/penalaran berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
            Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.
           Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan  ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.
Dapat diartikan juga sebagai berikut:
a. Ilmu untuk berfikir dan menalar dengan benar (sehingga didapatkan kesimpulan yang absah).
b. Manusia mampu mengembangkan pengetahuan karena mempunyai bahasa dan kemampuan menalar.
c. Untuk dapat menarik konklusi yang tepat, diperlukan kemampuan menalar.
d. Kemampuan menalar adalah kemampuan untuk menarik konklusi yang tepat dari bukti-bukti yang ada, dan menurut aturan-aturan tertentu.

2.5.4        Kevariasian Penyusunan Kalimat
Kevariasian ini sebagian besar berkaitan dengan hubungan antar kalimat untuk menghasilkan daya informasi yang baik dan tidak membosankan. Untuk mendukung maksud tersebut di perlukan 3 upaya:

2.5.4.1 Pemakaian Kata-Kata yang Bersinonim
Kata-kata yang bersinonim digunakan agar tidak menimbulkan kesan membosankan akibat pemakaian kata-kata yang sama dalam satu kalimat.
Abrasi = Pengikisan
      Pantai Talang Sari mengalami pengikisan pantai akibat ombak
ü  Pantai Talang Sari mengalami abrasi pantai akibat ombak
Asumsi = Anggapan
      Mereka beranggapan bahwa peristiwa ini adalah kebetulan semata.
ü  Mereka berasumsi bahwa peristiwa ini adalah kebetulan semata.
2.5.4.2       Pengubahan urutan unsur kalimat
Bila beberapa kalimat disusun dengan pola yang sama akan timbul kesan membosankan. Urutan unsur kalimat dapat diubah sehingga pola-pola kalimat yang ada berbeda-beda. Pengubahan unsur kalimat juga dapat menimbulkan penekanan terhadap unsur tertentu dalam kalimat.
Ø  Adik membantu ibu di toko tadi pagi.
Unsur kalimat diatas : S-P-O-Kt-Kw
ü  Tadi pagi adik membantu ibu di toko
Unsur kalimat berubah menjadi : Kw-S-P-O-Kt
Ø  Obor persahabatan menyala terus sepanjang jalan
Unsur kalimat diatas : S-P-K
ü  Sepanjang jalan obor persahabatan menyala terus
Unsur kalimat berubah menjadi : K-S-P
2.5.4.3       Pemakaian bentuk aktif dan pasif
Bentuk aktif dan pasif terlihat pada pemakaian kata kerja berawalan me- dan di-. Variasi ini baik pada satu kalimat maupun pada rangkaian kalimat dapat memberikan kesan kesegaran penyampaian informasi.
Ringkasnya, tembang adalah sebuah genre penting dalam puitika Jawa klasik. (1) berbagai tembang yang di tulis oleh pujangga keraton pada abad ke-19 (terutama Kasunanan dan Mangkunegaran, Surakarta ) merupakan sarana untuk mengungkapkan, mengajarkan, dan mengukuhkan filsafat hidup jawa. (2) tentu saja tidak semua berisi filsafat hidup yang berat: ada juga tembang yang digubah dengan menitikberatkan nilai-nilai hiburan. (3) tembang yang berta banyak menggunakan kosakata Kawi dan aliterasi, sehingga maknanya tidak selalu mudah untuk di pahami. (4)
Pada wacana di atas terdapat variasi aktif-pasif. Kalimat 1 - 5 sebagian besar di isi oleh kalimat aktif. Kalimat 2 terdapat klausa-klausa pengisi objek berupa klausa aktif, kalimat 3 terdapat klausa pasif, kalimat 4 terdiri dari dua klausa , yaitu klausa aktif dan pasif.

2.6            Mengapa Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
2.6.1        Faktor Penyebab Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
Ada 4 faktor yang menjadi penyebab Bahasa Melayu diangkat menjadi Bahasa Indonesia, yaitu sebagai berikut :
1)      Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
2)      Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ngako, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes).
3)      Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lain dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
4)      Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.

2.6.2        Peristiwa-Peristiwa Penting yang Berkaitan dengan Bahasa Indonesia
1)      Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal 28 Oktober 1928 itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kukuh unyuk perjalanan bahasa Indonesia.
2)      Pada tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendikiawan dan budayawan kita saat itu.
3)      Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1954 adalah salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa Negara.
4)      Kongres Bahasa Indonesia III yang di selenggarakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1978 yang merupakan peristiwa penting bagi kehidupan bahasa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang kelima puluh, selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
5)      Kongres Bahasa Indonesia IV diselenggarakan di Jakarta pada 21 – 26 November 1983. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka peringatan hari Sumpah Pemuda yang ke 55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara,yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
6)      Kongres Bahasa Indonesia V juga diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 3 November 1988. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Nusantara dan peserta tamu dari negara sahabat, seperti Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Belanda, Jerman dan Australia. Kongres ini ditandai dengan di persembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pecinta bahasa di Nusantara, yakni berupa (1) Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan (2) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
7)       Kongres Bahasa Indonesia VI diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober – 2 November 1993. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara (Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan dan Amerika Serikat). Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
8)      Kongres Bahasa Indonesia VII diselenggarakan di Hotel Indonesia Jakarta pada 26 – 30 Oktober 1998. Kongres ini mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan sebagai berikut.
a)      Keanggotaannya terdiri atas tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian terhadap bahasa dan sastra.
b)      Tugasnya ialah memberikan nasihat kepada  Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peringatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

2.6.3        Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat  penting, seperti tercantum pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjungjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional. Selain itu, didalam Undang-Undang Dasar 1945 tercantum dalam pasal khusus (bab XV, Pasal 36) mengenai kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahwa bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Dengan kata lain, ada dua macam kedudukan bahasa Indonesia.

2.6.4        Fungsi Bahasa Indonesia
Didalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai.
(1)   lambang kebanggaan kebangsaan,
(2)   lambang identitas nasional,
(3)   alat penghubung antarwarga, antar daerah dan antarbudaya,
(4)   alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dari bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebanggaan Indonesia.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai.
(1)   bahasa resmi kenegaraan,
(2)   bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan,
(3)   alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, dan
(4)   alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.


















BAB III
Penutup

3.1  Kesimpulan
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil,dalam wujud liasan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan kalimat diucapkan dengan suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda,dan diakhiri dengan intonasi akhir. Dalam wujud tulisan berhuruf latin yang dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), tanda seru (!).
Menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Berdasarkan bentuknya, kalimat dapat dibedakan atas kalimat aktif dan kalimat pasif.
Sebuah kalimat harus memperhatikan unsur kesejajaran (pararelisme). Yang dimaksud dengan kesejajaran (pararelisme) didalam penulisan ialah penggunaan bentuk-bentuk bahasa yang sama atau konstruksi yang sama yang dipakai dalam susunan serial.

3.2  Saran
Setelah mempelajari mengenai kalimat efektif ini semoga kita bisa menggunakannya dengan baik dalam kegiatan berkomunikasi sehari-hari, agar informasi yang berjalan cepat selaras antara gagasan yang disampaikan oleh pihak pertama dapat diterima dengan “utuh” oleh pihak kedua. Juga sebagai suatu kebanggaan jika kita bisa menggunakan bahasa nasional kita bahasa Indonesia dengan baik dalam kesehariannya.








DAFTAR PUSTAKA

Cahyani, Isah. 2006. Pendidikan Bahasa Indonesia.Bandung : UPI PRESS
Rosmana, Tyos. - . Pendidikan Bahasa Indonesia. - : -
Arifa. 2011. Variasi kalimat dalam urutan.  http://arifayip.blogspot.co.id/. (diakses tanggal 25 Februari 2017)




























LAMPIRAN
A.    Latihan Soal Pilihan Ganda
1.      Manakah yang bukan merupakan fungsi dari konjungasi?
a.       Kata dengan kata
b.      Frasa dengan frasa
c.       Klausa dengan klausa
d.      Kalimat dengan kalimat
e.       Frasa dengan kalimat                            
2.      Manakah yang merupakan salah satu cara dalam pembentukan kata yang sejajar?
a. Klausa    
b. Prasa
c. Infiks
d. Morfem
e. Sufliks
3.      Dibawah ini yang bukan ciri-ciri struktur kalimat SPOK adalah...
a. Terdapat keterangan
b. Terdapat objek
c. Terdapat sajak
d. Terdapat subjek
4.      Kalimat yang menyatakan kegiatan yang sedang dilakukan oleh Subjek disebut...
a. Objek
b. Keterangan
c. Subjek ke 2
d. Predikat
5.      Berikut merupakan ciri-ciri kalimat efektif menurut Akhadiah, Arsjad, dan Ridwan (1995:04), kecuali:
A. Kesepadanan dan kesatuan
B. Keselarasan
C. Kesejajaran bentuk
D. Penekanan
E. Kehematan dalam menggunakan kata
6.      Kalimat efektif adalah...
A. Kalimat yang benar dan jelas
B. Kalimat yang menggunakan banyak kata
C. Kalimat yang tidak memiliki kesepadanan dan kesatuan
D. Kalimat yang tidak ada penekanan
E. Kalimat yang bertele-tele
7.      Menyikat gigi tak hanya di lakukan ketika setelah sarapan pagi, tetapi juga dilakukan pada saat sebelum memulai tidur di malam hari.
Pada kalimat tersebut terdapat beberapa hal yang tidak tepat, ketidaktepatan tersebut berupa …
A. penulisan menyikat seharusnya mensikat
B. Penulisan awalan di pada “di lakukan” dan “di malam” semestinya digabung karena tidak menunjukkan keterangan tempat
C. Di malam hari seharusnya diganti dengan si siang hari
D. Sebelum memulai tidur seharusnya diganti dengan sebelum bekerja
E. Di lakukan seharusnya diganti dengan di kerjakan
8.      Ibu membuat kue cucur sangat terlalu manis, sehingga tak enak dimakan.  
Kalimat tersebut akan menjadi efektif dihilangkan kata …
A. Dihilangkan kata “Ibu”
B. Dihilangkan kata “cucur”
C. Dihilangkan kata “enak”
D. Dihilangkan kata “membuat”
E. Dihilangkan kata “sangat”
9.      Ciri kevariasian penyusunan kalimat adalah ...
A. Pemakaian kata-kata yang antonim
B. Pengubahan urutan unsur kalimat
C. Pemakaian bentuk kata yang sejajar
D. Pemakaian kalimat efektif
10.  Tujuan penggunaan kata-kata yang bersinonim pada kevariasian penyusunan kalimat adalah ...
A. Tidak menimbulkan kesan membosankan
B. Hubungan antar kalimat
C. Kecermatan penyusunan kalimat
D. Menghindari kata-kata yang berlebihan
11.  Penentu kalimat secara lisan adalah..
A.    Tanda baca
B.     Intonasi
C.     Huruf kapital
D.    Nada
E.     Irama
12.  Manakah bentuk-bentuk dibawah ini yang merupakan klausa?
A.    Pergi
B.     Ke sekolah
C.     Hujan
D.    Selamat pagi
E.     Panas
13.  Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti subjek adalah...
A. Ayah seorang yang berjuang pada masa perang kemerdekaan.
B. Ibu mengunjungi keluarga yang membesarkannya.
C. Nenek tinggal di ibukota Negara Republik Indonesia.
D. Yang berpakaian seragam SMP itu,adik saya.
E. Yang dikolam itu ikan.

1)      Bu Suci mengajarkan Bahasa Indonesia.
2)      Pak Kunandar berjalan-jalan tiap pagi.
3)      Adik menangis tadi pagi.
4)      Hal itu merupakan tanggung jawab kita.
14.  Kalimat-kalimat tersebut yang dapat dipasifkan adalah kalimat nomor...
A.1)
B. 2)
C. 3)
D. 4)
E. Semua salah
15.  Yang merupakan contoh kalimat aktif adalah .....
A.Kemarin kami kehujanan dekat jembatan penyeberangan.
B.Mereka bernyanyi-nyanyi saja seharian.
C.Kutulis saja segera surat itu sebelum mereka datang.
D.Setelah kejadian itu, Roni langsung terjerembab ke sawah.
E. Kemarin aku terjatuh di sungai.
B. Latihan Soal Essay
1. Sebutkan faktor-faktor mengapa bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia!
2.Jelaskan perbedaan dari kalimat tunggal dan kalimat majemuk beserta contohnya!

B.     Kunci Jawaban
Pilihan Ganda
1.      E
2.      C
3.      C
4.      D
5.      B
6.      A
7.      B
8.      E
9.      B
10.  A
11.  B
12.  A
13.  D
14.  A
15.  C
Essay
1.      Faktor-faktornya :
a.       Bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdagangan.
b.      Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dipelajari karena dalam bahasa ini tidak dikenal tingkatan bahasa, seperti dalam bahasa Jawa (ngako, kromo) atau perbedaan bahasa kasar dan halus, seperti dalam bahasa Sunda (kasar, lemes).
c.       Suku Jawa, suku Sunda dan suku-suku yang lain dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
d.      Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas.
2.      Kalimat tunggal adalah klaimat yang hanya mempunyai satu pola atau struktur kalimat. Struktur kalimat adalah S-P, S-P-O-K, dan S-P-O-K-Pel. Berikut contoh kalimat tunggal.
a.Anita sedang berenang.
    S               P
b.Joko memutari lapangan.
       S          P            O
c.Bi Minah mencuci piring setiap malam
           S                P        O             K
Kalimat majemuk berarti kalimat yang memiliki lebih dari satu pola atau struktur kalimat. kalimat majemuk di bagi menjadi dua, yaitu majemuk setara dan majemuk bertingkat. Contoh :
·Ibu membeli bayam, kangkung, dan cabe.
·Jono bingung ingin pergi nonton atau menerjakan PR.